Pages

Tuesday 15 January 2019

DRAMA PERSAHABATAN DAN PENDIDIKAN 6 ORANG :HARAPAN DI PERSIMPANGAN JALAN

Harapan Di Persimpangan Jalan
Pemeran :
Hafsah                  : Anita Widura
Radit                    : Andika Sedya Ardi W
Pak Doni              : Erdin Ferdiano
Bu Zahra              : Devi Damayanti
Ayah Hafsah        : Fery Purwadi
Ibu Hafsah           : Faridatus Solehah

ADEGAN 1
Hafsah adalah salah satu murid berprestasi di sekolahnya, ia sering kali mengikuti lomba olimpiade. Ia adalah murid yang aktif, ceria dan selalu membuat teman-temannya tertawa dengan tingkah konyolnya. Namun, akhir-akhir ini ia kebanyakan melamun. Seperti saat ini, ia sedang termenung di salah satu meja baca perpustakaan. Ia tak menyadari bahwa kegelisahannya tersebut sejak tadi telah diperhatikan oleh sahabatnya Radit.
Radit                : hei, kamu ini masih pagi sudah melamun saja.
Hafsah             : ya ampun Radit, kamu mengagetkanku tahu! Kalau jantungku copot bagaimana? Kamu mau ganti?
Radit                   : Hehe. Maaf maaf.
Hafsah                 : ada apa Dit?
Radit                   : Ya tidak apa-apa. Aku pikir kamu kemana tadi. Aku mencari-cari kamu loh.
Hafsah                 : Hehe.. Ya aku kemana lagi kalau tidak ke mushala atau perpustakaan. Mau ke kantin, aku tidak punya uang.
Radit                   : justru itu, mudah sekali kalau aku mau mencarimu kawan. Oh ya, ngomong-ngomong rencanamu setelah lulus apa? Pasti kamu mau mengambil jurusan Kedokteran di Universitas Gajah Mada kan? Sejak dulu kamu bicara tentang mimpimu untuk bisa berkuliah di jurusan itu.
Hafsah                 : Entahlah Dit.
Radit                   : Loh, kok entahlah. Ada apa ini kawan? Bukankah kamu bercita-cita untuk menjadi dokter spesialis Bedah?
Hafsah                 : iya, memang benar. Tapi entahlah Dit.
Radit                   : ada apa ini Hafsah? Ada masalah apa sebenarnya? Ayo ceritakan padaku!
Hafsah                 : tentang mimpi-mimpiku itu Dit, rasanya aku tak bisa terus memupuknya. Orang tuaku tidak setuju aku melanjutkan pendidikan tinggi. Mereka ingin aku bekerja di luar negeri sebagai TKI saja.
Radit                   : begini saja Hafsah, kita konsultasikan masalahmu ini kepada pak Doni.. Mungkin saja beliau punya masukan terbaik yang bisa membantu semua persoalanmu itu.
Hafsah                 : Baiklah, jam istirahat kedua setelah shalat dhuhur saja ya Dit. Waktu istirahat pertama kita sudah hampir habis ini.
Radit                   : Baiklah, ayo kita masuk ke kelas!

ADEGAN 2
Setelah jam istirahat kedua selepas shalat dhuhur, mereka berdua pergi menuju ruang pak Doni yang merupakan guru Bimbingan Konseling di kelas mereka.
Radit                   : Assalamualaikum. (seraya mengetuk pintu ruangan)
Pak Doni             : Waalaikumsalam. Wr. Wb. Silahkan masuk!
Radit                   : Terima kasih pak. Ayo Hafsah, kita masuk!
Hafsah                 : Iya. Selamat siang pak.
Pak Doni             : Oh Radit, Hafsah, ada apa ini? Apa ada yang mau kalian diskusikan kepada bapak?
Radit                   : begini pak, ada sesuatu hal penting yang ingin kami diskusikan. Kami yakin akan dapat menemukan solusi terbaik jika masalah ini kami sampaikan kepada Pak Doni.
Pak Doni             : Baiklah Dit, ceritakanlah masalahmu itu pada bapak! Barangkali bapak bisa membantu.
Radit                   : Ini bukan tentang saya pak, tapi Hafsah. Nah, Sa, ceritakanlah masalahmu itu!
Hafsah                 : Baiklah.

ADEGAN 3
Setelah menceritakan semua masalah Hafsah kepada pak Doni. Akhirnya pak Doni memutuskan untuk membawa persoalan ini ke Bu Zahra, waka kesiswaan. Akhirnya Hafsah dan pak Doni bergegas menuju ruang bu waka Kesiswaan. Setibanya mereka di ruang Bu Zahra, pak Doni menyampaikan perihal masalah yang dialami oleh Hafsah kepada beliau.
Pak Doni             : Begitu bu, inti permasalahannya adalah bahwa Hafsah tidak diizinkan oleh orang tuanya untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi. Karena sebab ketidakmampuan orang tuanya dalam hal ekonomi.
Bu Zahra             : Begini Pak Doni, Hafsah. Sebenarnya saya ada solusi yang insyaaallah dapat menjawab persoalan ini. Tapi sepertinya kita tidak memiliki cukup waktu untuk membahasnya di sini. Begini saja, kita agendakan kunjungan ke rumah Hafsah dalam rangka menjelaskan hal-hal penting seputar pendidikan serta solusi agar Hafsah dapat tetap melanjutkan pendidikan tingginya. Bagaimana?
Pak Doni             : Ide yang bagus bu. Nah, Hafsah, kapan kira-kira kami bisa mengunjungi orang tuamu?
Hafsah                 : Kalau hari minggu pagi bagaimana Pak, Bu? Insya Allah orang tua saya tidak berjualan di pasar karena hari tersebut sedang ada festival di kompleks pasar yang tidak memungkinkan pedangan untuk berjualan. Apa Bu Zahra dan Pak Doni tidak keberatan meluangkan waktu libur di hari itu?
Bu Zahra             : Tentu saja tidak, Hafsah. Ibu merasa harus memperjuangkan nasib pendidikanmu. Karena kamu adalah salah satu siswa terbaik kami di sekolah ini.
Pak Doni             : Bapak juga tidak keberatan Sa.


ADEGAN 4
Keesokan harinya di hari minggu pagi. Bu Zahra dan Pak Doni pergi berkunjung ke rumah Hafsah.
Bu Zahra             : Assalamualaikum. (sambil mengetuk pintu)
Hafsah                 : Waalaikumsalam. Silahkan masuk Pak, Bu..
Bu Zahra             : terima kasih Hafsah.
Hafsah                 : sebentar saya panggilkan bapak dan ibu dulu. Silahkan duduk dulu pak.
Tak lama kemudian, dan ibu Hafsah datang ke ruang tamu menyambut Bu Zahra dan Pak Doni.
Ayah Hafsah       : Wah, ada tamu spesial rupanya. Bu Zahra, apa kabar? Ini Pak Doni guru BK di sekolah Hafsah ya?
Pak Doni             : Betul pak, saya guru BK di sekolah Hafsah.
Ibu Hafsah          : Maaf ya pak, bu, Tempatnya begini adanya.
Bu Zahra             : ah, tidak apa-apa bu. Terima kasih sudah diperbolehkan berkunjung.
Ibu Hafsah          : kalau boleh tahu, angin apa yang membawa ibu dan bapak ke rumah kami ini? Apa Hafsah membuat masalah di sekolah.
Bu Zahra             : oh, tidak bu. Sama sekali tidak. Justru Hafsah adalah salah satu anak yang membanggakan yang kami miliki di sekolah.
Ibu Hafsah          : syukurlah kalau begitu bu. Lantas ada masalah apa ya pak?
Bu Zahra             : begini pak, bu, langsung saja ke pokok permasalahan. Beberapa hari yang lalu Hafsah menyampaikan bahwa dirinya ingin sekali melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi negeri. Saya ingin mengklarifikasikan kepada bapak dan ibu selaku orang tua dari Hafsah. Apakah betul bapak dan ibu tidak memperkenankan Hafsah untuk berkuliah?
Bu Zahra             :Karena begini pak, bu. Saya rasa sangat disayangkan bahwa anak secerdas Hafsah tidak bisa melanjutkan pendidikannya hanya karena terhalang dari restu kedua orang tuanya. Sementara Hafsah ingin sekali untuk belajar di perguruan tinggi negeri.
Ayah Hafsah       : Begitu rupanya. Sebelumnya terima kasih atas perhatian bapak kepada anak kami. Begini pak, alasan kami tidak memperkenankan Hafsah untuk berkuliah di perguruan tinggi tidak lain dan tidak bukan adalah karena keterbatasan keuangan yang kami miliki pak. Saya ini hanya penjual sayur di pasar. Sementara istri saya ikut berdagang bersama dengan saya. Penghasilan kami hanyalah cukup untuk makan sehari-hari dan membayar uang sekolah Hafsah dan adik-adiknya. Melihat kondisi tersebut, saya merasa tidak mampu untuk membiayai Hafsah untuk belajar lebih tinggi lagi. Alasan sebenarnya adalah begitu pak, bu.
Ibu Hafsah          : betul pak, bu. Sungguh, kami tidak bermaksud menghalang-halangi cita-cita Hafsah. Tapi apalah daya kami pak. Kami hanyalah orang miskin yang tak dapat menyekolahkan anak-anaknya. Maka dari itu kami bermaksud untuk mengirim Hafsah ke luar negeri untuk bekerja demi adik-adiknya.
Pak Doni             : begini Pak, bu. Maaf kalau saya lancang. Memang sangat sulit sekali jika menjalani studi tanpa adanya kemampuan finansial yang mendukung. Tapi bukan berarti proses pembelajaran itu harus terputus begitu saja. Apalagi Hafsah adalah anak yang cerdas. Sangat disayangkan jika ia tidak difasilitasi untuk belajar.
Bu Zahra             : betul pak, bu. Hafsah harus tetap melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi negeri. Pendidikan itu teramat penting yang harus diperjuangkan dengan gigih. Rasanya terlalu dini untuk menganggap persoalan ekonomi adalah faktor penghambat utama. Saya juga melihat bahwa Hafsah memiliki kemauan yang begitu tinggi untuk berkuliah. Kemauan yang keras pasti akan membuahkan jalan menuju keberhasilan. Saya percaya akan hal itu.
Ayah Hafsah       : saya sepakat dengan Bu Zahra dan Pak Doni. Namun lagi-lagi kami tak berkemampuan untuk membiayai Hafsah, khususnya ketika ia akan melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi.
Ibu Hafsah          : Betul pak, bu. Kami benar-benar kesulitan masalah keuangan. Kami tak ingin mengeluh, namun inilah hambatan terbesar kami saat ini.
Bu Zahra             : Bapak, ibu. Kedatangan kami ke sini bukan hanya untuk menceramahi akan pentingnya pendidikan, bukan itu. Kami ke sini juga membawa sebuah solusi yang cukup baik untuk Bapak dan ibu, khususnya untuk Hafsah.
Ayah Hafsah       : wah, apa itu pak?
Bu Zahra             : Hafsah tetap bisa melanjutkan pendidikannya hingga ke tingkat perguruan tinggi pak, bu, melalui program beasiswa bidik misi. Program ini ditujukan kepada calon mahasiswa berprestasi dan tidak mampu. Beasiswa yang akan diberikan berupa uang tunai dengan besaran yang telah ditentukan oleh pemerintah. Mengenai mekanisme pendaftarannya, sekolah akan membantu Hafsah.
Ayah Hafsah       : masyaaallah, alhamdulillah kalau begitu. Terima kasih banyak pak, bu.
Ibu Hafsah          : betulkan bisa begitu pak, bu? Saya sangat bersyukur kalau memang Hafsah bisa tetap melanjutkan pendidikannya. Hafsah, kemarilah sebentar nak!
Hafsah                 : Iya ibu. (menagis haru)
Ayah Hafsah       : Kau tetap bisa berkuliah nak. Berterima kasihlah pada Guru-gurumu ini.
Hafsah                 :Terima kasih banyak telah banyak membantu saya Pak, Bu. (menangis haru sambil mencium tangan Bu Zahrad an Pak Doni)
Akhirnya Hafsah tetap bisa melanjutkan cita-citanya untuk berkuliah di perguruan tinggi negeri dengan bantuan beasiswa yang difasilitasi oleh sekolahnya. Tak lama kemudian, Bu Zahra dan Pak Doni pun beranjak pergi untuk pulang ke rumah masing-masing.


No comments:

Post a Comment