Surat Cinta Yang Hilang
DD
Aku sedang
duduk termangu di salah satu bangku perpustakaan sekolah dengan buku yang sengaja
aku biarkan terbuka di atas meja. Sesekali hembusan dari kipas angin yang kuperkirkan
sudah berumur itu membuat buku bersampul merah ini berganti halalaman. Namun aku
tidak terlalu menghiraukan karena tujuanku kesini memang bukan untuk membaca,
ya.. itu hanya sekedar formalitas saja.
Pikiranku
sedang menerawang jauh, entahlah rasanya sangat berat ketika aku menyadari
bahwa tak lama lagi aku harus meninggalkan masa putih abu-abu ku ini. Aku masih
belum siap meninggalkan semua kenangan-kenangan indah yang sudah aku lukiskan
disini, banyak prestasi-prestasi yang sudah aku cetak, dikelilingi teman-teman
dan adik kelas yang kocak, terlebih lagi jika aku lulus nanti aku tidak akan
bisa berpapasan lagi setiap paginya di koridor dengan seseorang yang satu
minggu belakangan ini memasang wajah datarnya padaku.
“hhh…”
Perlahan aku menghela nafas. Ku hentikan lamunan ku ketika aku mendengar si
penjaga perpustakaan seperti memanggil namaku. Perlahan aku pun mendekatinya, ia
hanya mengisyaratkan bahwa seseorang sedang mencariku dan menungguku di halaman
perpustakaan.
Dari kejauhan
aku dapat menebak bahwa seseorang yang dimaksud oleh penjaga perpustakaan tadi
adalah seseorang yang baru saja aku lamunkan. Ia sedang duduk di pinggir kolam
ikan dengan posisi memunggungiku, sedangkan kepalanya tertunduk melihat layar
smartphonenya.
“Permisi, apa
kamu orang yang sedang mencariku?” tanyaku ketika tepat berdiri di hadapannya.
“Aku minta
laporan kegiatan perkemahan kemarin. Pak Husni sudah memintanya padaku.”
Ucapnya secara to the point sambil tangannya memasukkan smartphone ke saku
kemejanya. Ia berdiri dari duduknya dan berpindah setengah bersandar pada pohon
mangga di sampingnya, tangganya ia lipat di depan dadanya dan arah pandangannya
tertuju padaku.
“Biar aku
saja yang menyerahkannya ke Pak Husni. Sekaligus ada yang ingin aku bicarakan
pada beliau.” Ucapku dengan pandangan yang aku alihkan ke sembarang arah.
“Ya sudah
kalau begitu, Pak Husni meminta untuk dikumpulkan dengan se..ge..ra” ucapnya
dengan penekanan di akhir
“Iya iyaa.
Setelah ini aku langsung ke kantor.” Jawabku dengan sedikit sebal
“Ya sudah,
baguslah kalau begitu” iapun berlalu begitu saja dengan wajah datar tanpa
ekspresinya.
Ku hela
nafasku saat ia sudah menjauh. Aku tidak habis fikir sikapnya dapat berubah
begitu drastis. Namun aku berusaha untuk tidak terlalu mempermasalahkannya,
namun dilain sisi aku sangat merasa penasaran, rasa penasaranku dipicu karena
adanya sebuah rasa yang sudah lama aku simpan untuknya.
**
Sore ini
sepertinya langit akan turun hujan, setelah bel pulang berbunyi aku segera
bergegas keluar kelas. Dengan langkah tergesa-gesa aku berjalan menuju ruang
pramuka. Setelah membuka pintu aku mencari-cari barangku yang baru saja aku
sadari hilang. Menurut perkirakanku benda itu jatuh di ruangan ini saat rapat
evaluasi beberapa minggu lalu. Setelah cukup lama mencari, barang yang aku
maksud masih belum ketemu.
Namun aku
sangat yakin sekali bahwa benda itu pasti tertinggal atau jatuh di ruangan ini.
Ketika aku sibuk mencari-cari barang tersebut, tiba-tiba ada suara yang
berhasil mengagetkanku.
“Apakah ini
yang sedang kamu cari?”
Dug.. “Aww”
Spontan aku
merasa kaget dan tak sengaja kepalaku terbentur meja.
“Tunggu, aku hafal siapa pemilik suara ini.
apa jangan-jangan? Tidak jangan sampai itu terjadi” hatiku bergejolak
karena kaget sekaligus panic.
Dengan
perasaan yang campur aduk aku mencoba keluar dari kolong meja dan mencoba
melihat pemilik suara itu. Ternyata benar dugaanku, tenyata seseorang yang
sudah beberapa minggu ini bersikap datar padaku.
“Apa
benar ini yang kamu cari? It’s your?” ucapnya mengulang pertanyaannya. Tangan
kanannya ia angkat, memperlihatkan sesuatu yang sedang iya pegang.
“Gawat, itu adalah benda yang aku cari”
rutukku
“Berikan
padaku” aku mencoba mengambil secarik surat itu dari tangannya.
Ya,
benar. Yang aku cari adalah sebuah surat, tepatnya itu adalah surat cinta yang
menceritakan perasaanku pada seseorang yang saat ini sedang berdiri
dihadapanku.
“Apa
benar yang ada di dalam tulisan ini?” tanyanya
“Sudah
ku bilang berikan surat itu padaku!” ucapku yang bermaksud tidak mau menjawab
pertanyaan yang ia lontarkan.
Dia
melangkah maju mencoba menjadi dekat padaku.
“Jika
tulisan itu memang benar. Tolong kamu buang rasa itu…”
Hening..
aku menunggu kelanjutan katanya.
“Aku
sangat menghargai perasaanmu. Tapi, lebih baik kamu buang saja rasa itu, aku
hanya tidak ingin kamu merasakan hal yang buruk jika kamu tetap memeliharanya.”
“Ini,
aku kembalikan suratmu. Aku lebih suka jika kita menjadi teman, menjadi partner
yang baik.” Ucapnya disertai senyuman tulusnya yang kemudian berlalu pergi
meninggalkanku yang masih diam mematung.
Sejak
sore itu aku dan dia semakin jauh saja. Aku berusaha mengikuti kata-katanya
pada sore itu, hingga akhirnya hari kelulusan pun tiba. Aku harap setelah ini
aku tidak lagi melihatnya. Aku sedang mencoba mengikhlaskan, karena rasaku tak
menuntut untuk dibalas.
Tamat
No comments:
Post a Comment