Pages

Saturday, 4 January 2020

CERPEN ROMANCE SURAT CINTA YANG HILANG


Surat Cinta Yang Hilang
DD

Aku sedang duduk termangu di salah satu bangku perpustakaan sekolah dengan buku yang sengaja aku biarkan terbuka di atas meja. Sesekali hembusan dari kipas angin yang kuperkirkan sudah berumur itu membuat buku bersampul merah ini berganti halalaman. Namun aku tidak terlalu menghiraukan karena tujuanku kesini memang bukan untuk membaca, ya.. itu hanya sekedar formalitas saja.
Pikiranku sedang menerawang jauh, entahlah rasanya sangat berat ketika aku menyadari bahwa tak lama lagi aku harus meninggalkan masa putih abu-abu ku ini. Aku masih belum siap meninggalkan semua kenangan-kenangan indah yang sudah aku lukiskan disini, banyak prestasi-prestasi yang sudah aku cetak, dikelilingi teman-teman dan adik kelas yang kocak, terlebih lagi jika aku lulus nanti aku tidak akan bisa berpapasan lagi setiap paginya di koridor dengan seseorang yang satu minggu belakangan ini memasang wajah datarnya padaku.
“hhh…” Perlahan aku menghela nafas. Ku hentikan lamunan ku ketika aku mendengar si penjaga perpustakaan seperti memanggil namaku. Perlahan aku pun mendekatinya, ia hanya mengisyaratkan bahwa seseorang sedang mencariku dan menungguku di halaman perpustakaan.
Dari kejauhan aku dapat menebak bahwa seseorang yang dimaksud oleh penjaga perpustakaan tadi adalah seseorang yang baru saja aku lamunkan. Ia sedang duduk di pinggir kolam ikan dengan posisi memunggungiku, sedangkan kepalanya tertunduk melihat layar smartphonenya.
“Permisi, apa kamu orang yang sedang mencariku?” tanyaku ketika tepat berdiri di hadapannya.
“Aku minta laporan kegiatan perkemahan kemarin. Pak Husni sudah memintanya padaku.” Ucapnya secara to the point sambil tangannya memasukkan smartphone ke saku kemejanya. Ia berdiri dari duduknya dan berpindah setengah bersandar pada pohon mangga di sampingnya, tangganya ia lipat di depan dadanya dan arah pandangannya tertuju padaku.
“Biar aku saja yang menyerahkannya ke Pak Husni. Sekaligus ada yang ingin aku bicarakan pada beliau.” Ucapku dengan pandangan yang aku alihkan ke sembarang arah.
“Ya sudah kalau begitu, Pak Husni meminta untuk dikumpulkan dengan se..ge..ra” ucapnya dengan penekanan di akhir
“Iya iyaa. Setelah ini aku langsung ke kantor.” Jawabku dengan sedikit sebal
“Ya sudah, baguslah kalau begitu” iapun berlalu begitu saja dengan wajah datar tanpa ekspresinya.
Ku hela nafasku saat ia sudah menjauh. Aku tidak habis fikir sikapnya dapat berubah begitu drastis. Namun aku berusaha untuk tidak terlalu mempermasalahkannya, namun dilain sisi aku sangat merasa penasaran, rasa penasaranku dipicu karena adanya sebuah rasa yang sudah lama aku simpan untuknya.
**
Sore ini sepertinya langit akan turun hujan, setelah bel pulang berbunyi aku segera bergegas keluar kelas. Dengan langkah tergesa-gesa aku berjalan menuju ruang pramuka. Setelah membuka pintu aku mencari-cari barangku yang baru saja aku sadari hilang. Menurut perkirakanku benda itu jatuh di ruangan ini saat rapat evaluasi beberapa minggu lalu. Setelah cukup lama mencari, barang yang aku maksud masih belum ketemu.
Namun aku sangat yakin sekali bahwa benda itu pasti tertinggal atau jatuh di ruangan ini. Ketika aku sibuk mencari-cari barang tersebut, tiba-tiba ada suara yang berhasil mengagetkanku.
“Apakah ini yang sedang kamu cari?”
Dug.. “Aww”
Spontan aku merasa kaget dan tak sengaja kepalaku terbentur meja.
“Tunggu, aku hafal siapa pemilik suara ini. apa jangan-jangan? Tidak jangan sampai itu terjadi” hatiku bergejolak karena kaget sekaligus panic.
            Dengan perasaan yang campur aduk aku mencoba keluar dari kolong meja dan mencoba melihat pemilik suara itu. Ternyata benar dugaanku, tenyata seseorang yang sudah beberapa minggu ini bersikap datar padaku.
            “Apa benar ini yang kamu cari? It’s your?” ucapnya mengulang pertanyaannya. Tangan kanannya ia angkat, memperlihatkan sesuatu yang sedang iya pegang.
            “Gawat, itu adalah benda yang aku cari” rutukku
            “Berikan padaku” aku mencoba mengambil secarik surat itu dari tangannya.
            Ya, benar. Yang aku cari adalah sebuah surat, tepatnya itu adalah surat cinta yang menceritakan perasaanku pada seseorang yang saat ini sedang berdiri dihadapanku.
            “Apa benar yang ada di dalam tulisan ini?” tanyanya
            “Sudah ku bilang berikan surat itu padaku!” ucapku yang bermaksud tidak mau menjawab pertanyaan yang ia lontarkan.
            Dia melangkah maju mencoba menjadi dekat padaku.
            “Jika tulisan itu memang benar. Tolong kamu buang rasa itu…”
            Hening.. aku menunggu kelanjutan katanya.
            “Aku sangat menghargai perasaanmu. Tapi, lebih baik kamu buang saja rasa itu, aku hanya tidak ingin kamu merasakan hal yang buruk jika kamu tetap memeliharanya.”
            “Ini, aku kembalikan suratmu. Aku lebih suka jika kita menjadi teman, menjadi partner yang baik.” Ucapnya disertai senyuman tulusnya yang kemudian berlalu pergi meninggalkanku yang masih diam mematung.
            Sejak sore itu aku dan dia semakin jauh saja. Aku berusaha mengikuti kata-katanya pada sore itu, hingga akhirnya hari kelulusan pun tiba. Aku harap setelah ini aku tidak lagi melihatnya. Aku sedang mencoba mengikhlaskan, karena rasaku tak menuntut untuk dibalas.

Tamat





No comments:

Post a Comment