Pages

Wednesday, 19 February 2020

TIPE-TIPE PEMIMPIN : KELEMAHAN DAN KELEBIHAN

Picture by Glints

Kelemahan dan kelebihan tipe pemimpin dengan indikator pemimpin di organisasi modern yang ideal adalah sebagai berikut: 
1.     Otokratis
Merupakan sebuah tipe kepemimpinan yang kebijakan dan keputusan organisasi berada dibawah kehendaknya.
Kelebihan à
·       Keputusan mudah diambil, karena kekuasaan berada pada tangan pemimpin tersebut.
·       Tegas. Kebanyakan pemimpin yang memiliki tipe kepemimpinan ini cenderung tegas, sehingga jika ada bawahan yang salah maka tidak akan segan-segan memberikan sanksi.
·       Dalam pemerintahannya mudah diawasi.
Kekurangan à
·       Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran dan pertimbangan serta pendapat.
·       Ruang gerak aktivitas diatur secara ketat, sehingga kreativitas bawahan menjadi minim.
·       Terdapat ancaman dan paksaan hukuman.
·       Lebih banyak kritikan daripada pujian yang diberikan pemimpin pada bawahannya.
·       Tidak memperhatikan kebutuhan bawahannya.
·       Kurang menghargai harkat dan martabat bawahannya.
·       Dalam pengambilan keputusan, pendapat bawahan sering diabaikan. Hanya dituntut untuk melaksanakan saja.

2.     Paternalistik
Merupakan tipe kepemimpinan yang diwarnai harapan oleh para pengikutnya. Dan biasanya tipe kepemimpinan ini banyak ditemui di lingkungan tradisional umumnya di masyarakat agraris.
Kelebihan à
·       Mengutamakan kebersamaan.
·       Kepentingan bersama dan perlakuan seragam terlihat menonjol.
·       Terlalu bersifat melindungi.
·       Pengambilan keputusan berada pada pemimpin.
·       Hubungan antara pemimpin dan bawahannya lebih bersifat informal.
Kekurangan à
·       Pemimpin tipe ini kurang memberdayakan bawahannya yang masih bersifat konvensional. Sehingga hal ini membuat bawahan memiliki sifat ketergantungan pada sosok pemimpin.
·       Para bawahan tidak didorong untuk berpikir inovatif dan kreatif.
3.     Laissez Faire
Merupakan tipe kepemimpinan yang menganggap bahwa organisasinya akan berjalan dengan lancar karena bawahannya sudah dianggap dewasa untuk mencapai tujuan organisasi.
Kelebihan à
·       Bawahannya lebih leluasa untuk menyampaikan pendapat.
·       Jarang memberikan komentar secara spontan.
Kekurangan à
·       Para bawahannya rentan melakukan pekerjaan secara sembrono.
·       Tidak becus dan kurang memperhatikan jalannya organisasi.
4.     Demokratis
Merupakan tipe kepemimpinan yang melibatkan bawahannya untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan pada organisasi.
Kelebihan à
·       Semua kebijaksanaan dibahas dan ditentukan bersama oleh kelompok dengan dorongan dan bantuan pemimpin.
·       Para bawahan memiliki kesempatan untuk berinovasi dan berkreasi.
·       Kekuasaan pemimpin tidak mutlak.
·       Komunikasi baik.
·       Pengawan berada pada kedua belah pihak.
·       Pemimpin dan bawahan memiliki tanggung jawab bersama.
·       Kebebasan berpendapat
Kekurangan  à
·       Sulit mencapai kata mufakat karena terdapat ragam pendapat.
·       Bisa memicu konflik apabila bawahan memiliki ego yang tinggi.
·       Proses pengambilan keputusan membutuhkan waktu yang lama.
5.     Kharismatik
Merupakan tipe kepemimpinan yang dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan tingkah laku orang lain sehingga timbul rasa kagum dari para bawahannya.
Kelebihan à
·       Mempunyai daya pikat tersendiri bagi bawahannya sehingga bawahannya mudah terpengaruh dan taat terhadap perintah pemimpinnya.
·       Dapat memberikan semangat dan antusisasme kepada bawahannya.
·       Di segani dan memiliki wibawa yang tinggi.
·       Memiliki ide dan pemikiran yang baik dan tidak jarang bermusyawarah dengan bawahannya.
Kelemahan à
·       Dapat menciptakan resiko organisasi yang ia pimpin menjadi pecah atau hancur ketika pemimpin tersebut sudah tidak lagi menjadi pemimpin mereka.
·       Pemimpin yang kharismatik  mudah mengambil keputusan yang beresiko serta memiliki khayalan bahwa yang ia lakukan pasti benar.
·       Ketergantungan anggota yang tinggi membuat regenerasi pemimpin yang kompeten cenderung sulit.
6.     Militeristik
Merupakan tipe kepemimpinan yang memiliki disiplin yang tinggi dan biasanya menyukai hal-hal yang formal.
Kelebihan à
·       Tegas dan tidak memiliki keraguan dalam bertindak dalam mengambil keputusan.
·       Bawahan akan memiliki disiplin yang tinggi.
·       Bawahan akan merasa aman dan terlindungi.
Kekurangan  à
·       Suasana cenderung kaku karena lingkungan yang formal.
·       Pemimpin sukar dalam menerima kritikan dari bawahan.
·       Bawahan  merasa tertekan dan tidak nyaman karena banyak aturan dan sifat keras dari pemimpin.
·       Senang bergantung pada pangkat dan jabatan sehingga rentan terjadi tindakan yang semena-mena.
·       Komunikasi hanya berlangsung searah.
7.     Transaksional
Merupakan tipe kepemipinan yang mana akan memberikan reward ketika bawahannya berhasil melakukan tugas yang telah diselesaikan sesuai kesepakatan.
Kelebihan à
·       Terampil memberikan imbalan atau janji yang tepat.
·       Responsif terhadap kepentingan bawahan.
·       Dapat meningkatkan kinerja pegawai secara individu.
·       Memperhatikan kejujuran, keadilan, kesetiaan, dan tanggung jawab.
Kekurangan à
·       Menyebabkan komitmen bawahan terhadap organisasi berjangka pendek dan hanya akan bergantung sejauh mana kemampuan organisasi dalam memenuhi keinginannya.
·       Memunculkan persaingan antar bawahan.
8.     Transformasional
Merupakan tipe kepemimpinan yang memiliki kemampuan dalam bekerja dengan orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Kelebihan à
·       Pemimpin memiliki kemampuan untuk mengubah mental dan perilaku bawahannya untuk menjadi lebih baik.
·       Perilaku pemimpin yang membuat bawahannya mengagumi, menghormati, dan memprcayai.
·       Digambarkan sebagai seseorang yang mampu memberikan harapan yang jelas terhadap prestaasi bawahan.
·       Meningkatkan hubungan interpersonal.
·       Mampu memberdayakan potensi bawahan.
Kekurangan  à
·       Sulit dilakukan pada jumlah bawahan yang banyak.
·       Butuh waktu yang lama bagi bawahan untuk mempercayai pemimpin.
9.     Birokratis
Merupakan tipe kepemimpinan yang akan berjalan efektif apabia bawahan mengikuti setiap prosedur dan melakukan tangung jawab rutin.
Kelebihan à
·       Pemimpin dalam menjalankan tugasnya mengacu kepada ketentuan yang berlaku.
·       Pendekatan yang dilakukan oleh pemimpin biasanya bersifat konservatif dan sangat hati-hati dalam mengambil keputusan.
Kelemahan à
·       Kepemimpinan ini tidak suka terhadap perubahan.
·       Dalam menyelesaikan masalah, pemimpin tidak  suka cara out of the box.




Monday, 17 February 2020

MANAJEMEN KONFLIK - PENGANTAR MANAJEMEN

2.1.      PENGERTIAN MANAJEMEN KONFLIK
Menurut Wirawan (2010: 129) Manajemen konflik adalah proses pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga menyusun strategi konflik dan menerapkannya untuk mengendalikan konflik agar menghasilkan resolusi yang diinginkan.
Kata kunci dari definisi tersebut meliputi :
a)       Pihak yang terlibat konflik : dalam menghadapi konflik, pihak yang terlibat konflik berupaya mengelola konflik untuk menciptakan solusi yang menguntungkan dengan menggunakan berbagai sumber sekecil dan seefisien mungkin.
b)       Strategi konflik : manajemen konflik merupakan proses penyusunan strategi konflik sebagai rencana untuk memanajemeni konflik. Jika tidak dikendalikan, konflik bisa berkembang menjadi konflik destruktif.
c)       Mengendalikan konflik : bagi pihak yang terlibat konflik, manajemen konflik merupakan aktivitas untuk mengendalikan dan mengubah konflik demi menciptakan keluaran konflik yang menguntungkan (minimal tidak merugikan).
d)       Resolusi konflik : jika manajemen konflik dilakukan oleh organisasi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam organisasi, tujuannya juga untuk menciptakan kesehatan organisasi.
e)       Kemampuan beradaptasi : organisasi yang sehat mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal dan internalnya. Contohnya : ketika terjadi reformasi di Indonesia, banyak perusahaan yang bangkrut karena tidak mampu bereaksi dan menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungannya, yaitu krisis keuangan dan ekonomi, krisis politik, serta krisis sosial.
f)        Memfokuskan pada tujuan : aktivitas dan anggota organisasi yang sehat, akan memfokuskan diri pada pencapaian tujuan yang rasional dan visible. Dalam menghadapi krisis di lingkungannya, anggota diarahkan untuk mengubah dan mencapai tujuannya. Yaitu :
·         Mempunyai kemampuan mengontrol dan mengkoordinasi sumber-sumber à ketika pemimpin melakukan perubahan (dalam keadaan konflik), kebutuhan akan sumber-sumber organisasi akan meningkat dan organisasi semakin mengalami keterbatasan sumber yang diperlukan. Dalams situasi ini, organisasi yang sehat mampu mengontrol aliran sumber, memprioritaskan penggunaan sumber, dan mencegah penggunaan sumber yang tidak diperlukan.
·         Kreativitas dan inovasi à sumber kreativitas organisasi berasal dari kreativitas dan inovasi anggotanya. Dalam dunia usaha, kreativitas dan inovasi merupakan sumber dari produk baru, penciptaan pasar baru, dan peningkatan keuntungan.
·         Mengembangkan dan mempertahankan kualitas sumber daya manusia à kualitas SDM merupakan sumber utama kesehatan organisasi. SDM yang berkualitas bukan saja kreatif dan inovatif, tetapi juga mempunyai etos kerja serta moral dan moril yang tinggi.
·         Organisasi yang sehat merupakan organisasi yang belajar dan tumbuh berkembang secara terus-menerus à istilah pembelajaran organisasi dipopulerkan oleh Peter M. Senge (1994). Pembelajaran organisasi merupakan aktivitas pembelajaran sehingga memacu suatu organisasi untuk belajar secara terus-menerus. Konsep pembelajaran organisasi meliputi :
1)      Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan konsumen dan lingkungannya.
2)      Memfokuskan diri pada pembelajaran generatif, yaitu belajar untuk menciptakan dan menyesuaikan diri serta belajar untuk menyelesaikan sesuatu.
3)      Belajar generatif memerlukan cara baru melihat dunia untuk memahami sesuatu dengan cara yang lebih baik.
Picture by Jogja Training

2.2.      TUJUAN MANAJEMEN KONFLIK
Adanya manajemen konflik memiliki beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut:
1)       Mencegah  gangguan kepada anggota organisasi untuk menfokuskan diri pada visi, misi dan tujuan organisasi
Organisasi yang mapan memiliki visi, misi dan tujuan yang strategis. Ketiganya harus dicapai atau direalisasikan dengan cara yang sistematis dan dalam suatu kurun waktu yang direncanakan.
2)       Memahami orang lain dan menghormati keberagaman
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang anggota organisasi tidak mungkin bekerja sendiri, tetapi memerlukan bantuan rekan kerjanya. Ia harus berkomunikasi dengan baik kepada rekannya. Untuk itu, ia harus memahami keberagaman karakteristik rekan sekerjanya yang memiliki berbagai perbedaan, seperti suku, agama, bahasa, pribadi, perilaku, pola pikir, dan sebagainya.
3)       Meningkatkan kreativitas
Sy. Landau, Barbara Landau, dan Daryl Landau (2001) menguraikan bahwa konflik yang terjadi ditempat kerja dapat di manajemeni untuk menciptakan kreativitas dan inovasi, serta mengembangkan produktivitas.
4)       Meningkatkan keputusan melalui pertimbangan berdasarkan pemikiran berbagai informasi dan sudut pandang
Suatu keputusan yang baik atau bijak merupakan keputusna yang bertumpu pada berbagai alternatif keputusan yang didukung oleh informasi yang akurat.
5)       Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan melalui peran serta, pemahaman bersama, dan kerjasama
Organisasi merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas subsistem-subsistem, seperti unit-unit kerja, tim kerja serta fungsi dan peran. Semua subsistem dan para anggotanya harus bekerja, saling mendukung dan saling membantu untuk mencapai tujuan organisasi.
6)       Menciptakan prosedur dan mekanisme penyelesaian konflik
Jika prosedur dan mekanisme berhasil menyelesaikan konflik secara berulang-ulang, hal ini akan menjadi norma budaya organisasi. Jika tidak di manajemeni dengan baik, konflik menyebabkan disfungsional organisasi,.
7)       Menimbulkan iklim organisasi konflik dan kerja yang tidak menyenangkan : takut, moral rendah, sikap saling curiga
Iklim organisasi merupakan persepsi anggota organisasi mengenai apa yang terjadi secara rutin dalam lingkungan internal organisasi.
8)       Meningkatkan terjadinya pemogokan
Konflik bisa menciptakan kecurigaan antara buruh dan manajemen perusahaan. Kecurigaan akan merusak komunikasi diantara keduanya. Hal ini juga mengarahkan terbentuknya konflik destruktif yang akan meningkatkan pemogokan.
9)       Mengarah pada sabotase bagi pihak yang kalah dalam konflik
Jika konflik berakhir dengan win dan lose solution, serta pihak yang kalah dendam atas kekalahannya, agresi dalam bentuk sabotase akan terjadi. Bentuk sabotase bisa berupa penggagalan pelaksanaan program atau proyek.
10)   Mengurangi loyalitas dan komitmen organisasi
Jika konflik terjadi diantara manajemen organisasi dan karyawan, karyawan merasa mendapatkan perlakukan yang tidak layak atau tidak adil. Hal ini, akan menurunkan loyalitas dan komitmen organisasi.
11)   Terganggunya proses produksi dan operasi
Konflik terutama konflik destruktif mengalihkan berbagai sumber-smber organisasi yang seharusnya bisa digunakan untuk proses produksi dan operasi digunakan untuk menyelesaikan konflik. Hal ini, akan mengganggu proses produksi dan operasi organisasi sehingga menurunkan produktivitas organisasi.
12)   Meningkatkan biaya pengadilan karena tuntutan karyawan yang mengajukan konfliknya ke pengadilan
Jika konflik antara manajemen perusahaan dan karyawan tidak bisa diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian konflik perusahaan, karyawan akan membawa konflik ke pengadilan. Hal ini, jika terjadi akan membuat perusahaan dan karyawan harus menyediakan biaya pengadilan dalam bentuk biaya penasehat hukum dan biaya pengadilan.

2.3.      GAYA MANAJEMEN KONFLIK
Gaya manajemen konflik merupakan pola perilaku orang dalam menghadapi situasi konflik. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi gaya manajemen konflik. Antaralain sebagai berikut.
·     Asumsi mengenai konflik
Asumsi seseorang mengenai konflik akan memengaruhi pola perilakunya dalam menghadapi situasi konflik. Birokrat yang berpendapat, konflik merupakan sesuatu yang buruk akan berusaha menekan lawan konfliknya dengan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi. Sebaliknya, seorang birokrat yang menganggap konflik adalah baik dan toleran terhadap konflik akan menggunakan gaya manajemen konflik kompromi.
·     Persepsi mengenai penyebab konflik
Persepsi seseorang yang menganggap penyebab konflik menentukan kehidupan atau harga dirinya akan berupaya untuk berkompetisi dan memenangkan konflik. Sebaliknya, jika orang menganggap penyebab konflik tidak penting bagi kehidupan dan harga dirinya, ia akan menggunakan pola perilaku menghindar dalam menghadapi konflik.
·     Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya
Seseorang yang menyadari bahwa iya menghadapi konflik akan menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi lawan konfliknya. Jika ia memprediksi bahwa lawan konfliknya akan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi dan agresi objek konfliknya sangat esensial bagi karirnya, ia akan menghadapinya dengan gaya manajemen konflik kompetisi dan melawan agresi lawan konfliknya.
·     Pola komunikasi dan interaksi konflik
Jika proses komunikasi berjalan dengan baik, pesan kedua belah pihak akan saling dimengerti dan diterima secara persuasif, tanpa gangguan dan menggunakan humor yang segar. Hal ini menunjukkan kemungkinan yang besar bahwa kedua belah pihak akan menggunakan gaya manajemen konflik kolaborasi.
·     Kekuasaan yang dimiliki
Jika pihak yang terlibat konflik merasa mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan konfliknya,kemungkinan besar ia tidak mau mengalah dengan interaksi konflik. Terlebih lagi, jika masalah konfliknya sangat esensial bagi kehidupannya. Sebaliknya,jika ia mempunyai kekuasaan lebih rendah dan memprediksikan bahwa dirinya tidak bisa menang dalam konflik, ia akan menggunakan gaya manajemen konflik kompromi, akomodasi, atau menghindar.
·     Pengalaman menghadapi situasi konflik
Proses interaksi konflik dangaya manajemen konflik yang digunakan oleh pihak-pihak yang terlibat dipengaruhi oleh pengalaman mereka dalam menghadapi konflik dan menggunakan gaya manajemen konflik tertentu.
·     Sumber yang dimiliki
Sumber-sumber yang dimilki antara lain kekuasaan, pengetahuan, pengalaman, dan uang. Gaya manajemen konflik kompetisi kecil kemungkinannya untuk digunakan bagi seseorang yang tidak mempunyai sumber-sumber tersebut. Kemungkinan besar, ia akan menggunakan gaya manajemen konflik menghindar atau akomodasi.
·     Jenis kelamin
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin pihak yang terlibat konflik mempunyai pengaruh terhadap gaya manajemen konflik yang digunakannya.
·     Kecerdasan emosional
Lee Fen Ming (2003), dalam disertasinya yang mengemumkakan telaah literatur yang menjelaskan bahwa kesuksesan manjemen konflik memerlukan ketrampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional. Dari telaahini, ia mengemukakan beberapa dimensi kecerdasan emosional, yaitu kesadaran diri mengenai kecerdasan emosional ; memanajemeni emosi; empati; dan membangun hubungan berdasarkan kecerdasan emosional.
·     Kepribadian
Kepribadian seseorang mempengaruhi gaya manajmen konfliknya. Seseorang yang punya pribadi pemberani, garang, tidak sabar, dan berambisis untuk menang cenderung memilih gaya kepemimpinan berkompetisi. Sedangkan, orang yang penakut dan pasif cenderung menghindari konflik.
·     Budaya organisasi sistem sosial
Budaya organisasi sistem sosial dengan norma perilaku yang berbeda menyebabkan para anggotanya memiliki kecenderungan untuk memilih gaya manajemen konflik yang berbeda. Dalam masyarakat Barat, anak semenjak kecil diajarkan untuk berkompetisi. Di Indonesia, anak diajarkan untuk berkompromi atau menghindari konflik.
·     Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik
Organisasi yang sudah mapan umumnya mempunyai prosedur untuk menyelesaikan konflik. Dalam prosedur tersebut, gaya manajemen konflik pimpinan dan anggota organisasi akan tercermin.
·     Situasi konflik dan posisi dalam konflik
Seseorang dengan kecenderungan gaya manajemen konflik berkompetisi akan mengubah gaya manajemen konfliknya jika menghadapi situasi konflik yang tidak mungkin ia menangkan. Gaya manajemennya bisa berubah menjadi gaya manajemen konflik kolaborasi dan kompromi. Demikian juga, apabila konflik terjadi dengan atasannya, maka ia mungkin akan menggunakan gaya manajemen konflik menghindari atau akomodasi.
·     Pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik
Jika A terlibat konflik dengan B, C, dan D serta dapat memenangkan konflik dengan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, ia memiliki kecenderungan untuk menggunakan gaya tersebut bila terlibat konflik dengan orang yang sama atau orang lain.
·     Keterampilan berkomunikasi
Keterampilan berkomunikasi seseorang akan memengaruhinya dalam memilih gaya manajemen konflik. Seseorang yang kemampuan komunikasinya rendah akan mengalami kesulitan jika menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi, kolaborasi, atau kompromi. Di sisi lain, gaya manajemen konflik menghindar atau akomodasi tidak memerlukan banyak debat dan argumentasi.

2.4.      TEORI-TEORI GAYA MANAJEMEN KONFLIK
a)   Teori Grid
R.R. Blake dan J. Mouton (1964) merupakan pendahulu yang menggunakan istilah gaya manajemen konflik. Kerangka teori manajemen konflik ini disusun berdasarkan dua dimensi : (1) perhatian manajer terhadap bawahan (concern for people) pada sumbu horizontal dan (2) perhatian manajer terhadap produksi (concern for production) pada sumbu vertikal. Berdasar tinggi rendahnya kedua dimensi tersebut, mereka mengembangkan lima jenis gaya manajemen konflik. Berikut adalah kelima jenis gaya manajemen konflik tersebut.
·         Memaksa (forcing)
Perhatian seorang manajer yang tinggi terhadap produksi, sedangkan perhatian yang rendah terhadap bawahannya cenderung akan menggunakan gaya manajemen konflik memaksa ketika memanajemeni konflik. Ia berupaya memaksakan kehendaknya untuk meningkatkan produksi dengan mengabaikan orang lain jika menghadapi situasi konflik.
·         Konfrotasi (confrotation)
Perhatian seorang manajer yang tinggi terhadap produksi dan bawahannya cenderung menggunakan konfrotasi dalam memanajemeni konflik. Ia berupaya berkonfrotasi untuk meningkatkan produksi dalam waktu bersamaan dan berkonfrotasi untuk memperhatikan orang yang dipimpinnya
·         Kompromi (compromising)
Perhatian seorang manajer yang sedang terhadap produksi dan bawahannya cenderung berkompromi jika memanajemeni konflik. Ia mau untuk berkompromi mengenai tingkat produksi organisasi demi memenuhi kesejahteraan bawahannya.
·         Menarik diri (withdrawal)
Perhatian manajer yang rendah terhadap produksi dan bawahannya cenderung menarik diri jika menghadapi konflik. Ia lebih senang bersikap secara pasif, seolah-olah tidak terjadi konflik dan tidak mau menghadapi konflik.
·         Mengakomodasi (smoothing)
Perhatian seorang manajer yang rendah terhadap produksinya sedangkan tinggi perhatiannya terhadap bawahannya cenderung memberikan akomodasi jika menghadapi konflik. Ia menyerah kepada keinginan lawan konfliknya demi hubungan yang baik dan kesejahteraan bawahannya.

b)  Teori Thomas dan Kilmann
Kenneth W. Thomas dan Ralph H. Kilmann (1974) mengembangkan taksonomi gaya manajemen konflik berdasarkan dua dimensi : (1) kerjasama pada sumbu horizontal dan (2) keasertifan pada sumbu vertikal.
Berdasarkan kedua dimensi ini, Thomas dan Kilmann mengemukakan lima jenis gaya manajemen konflik. Berikut adalah kelima jenis gaya manajemen konflik tersebut.
·         Kompetisi (competing)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan tinggi dan tingkat kerjasama rendah. Gaya ini merupakan gaya yang berorientasi pada kekuasaan, dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk memenangkan konflik dengan biaya lawannya.
Berikut alasan pihak yang terlibat konflik menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi.
1)          Merasa mempunyai kekuasaan dan sumber-sumber lainnya untuk memaksakan sesuatu kepada lawan konfliknya.
2)          Tindakan dan keputusan perlu diambil dengan cepat, misalnya dalam keadaan darurat.
3)          Dalam tindakan yang tidak populer, terdapat hal yang harus dilakukan, seperti mengurangi biaya, peraturan baru, dan pendisiplinan pegawai.
4)          Melindungi perusahaan dari kebangkrutan dan keadaan yang dapat merusak citra perusahaan.
·         Kolaborasi (collaborating)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerjasama yang tinggi. Tujuannya adalah untuk mencari alternatif, dasar bersama dan sepenuhnya memenuhi harapan kedua belah pihak yang terlibat konflik.
Berikut alasan pihak yang terlibat konflik menggunakan gaya manajemen konflik kolaborasi.
1)          Menciptakan solusi integratif dan tujuan kedua belah pihak terlalu penting untuk dikompromikan.
2)          Tujuan pihak yang terlibat konflik untuk mempelajari lebih jauh pandagan dari lawan konfliknya.
3)          Kedua belah pihak tidak mempunyai cukup kekuasaan dan sumber-sumber untuk memaksakan kehendak demi mencapai tujuannya.
·         Kompromi (compromising)
Gaya manajemen konflik tengah atau menengah, dimana tingkat keasertifan dan kerjasama sedang. Dengan menggunakan strategi memberi dan mengambil (give and take), kedua belah pihak yang teribat konflik mencari alternatif titik tengah yang memuaskan sebagian keinginan mereka.
Berikut alasan pihak yang terlibat konflik menggunakan gaya manajemen konflik kompromi.
1)          Pentingnya tujuan konflik hanya sedang dan tidak cukup bernilai untuk dipertahankan dengan menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi atau kolaborasi. Akan tetapi, konflik juga terlalu penting untuk dihindari.
2)          Kedua belah pihak mempunyai kekuasaan dan sumber yang sama, serta mempunyai tujuan yang hampir sama.
3)          Untuk mencapai solusi sementara atas masalah yang kompleks.
·         Menghindar (avoiding)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan kerjasama yang rendah. Kedua belah pihak yang terlibat konflik berusaha menghindari konflik.
Berikut alasan pihak yang terlibat konflik menggunakan gaya manajemen konflik menghindar.
1)          Kepentingan objek konflik rendah atau ada objek konflik lain yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian.
2)          Objek konflik tidak mungkin untuk dimenangkan karena memiliki kekuasaan dan sumber-sumber konflik yang rendah. Atau, tidak mungkin untuk diubah, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, serta kebijakan perusahaan.
3)          Potensi biaya yang dibutuhkan untuk memenangkan konflik lebih besar daripada nilai solusinya.
4)          Untuk memenangkan para karyawan dan mengurangi ketegangan, serta menciptakan suasana kerja yang kondusif  dan tenang sehingga meningkatkan kinerja karyawan.
·         Mengakomodasi (accomodating)
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan rendah dan tingkat kerjasama tinggi. Seseorang mengabaikan kepentingan dirinya sendiri dan berupaya memuaskan kepentingan lawan konfliknya.

c)   Teori Rahim
M.A. Rahim (1983) mengembangkan model gaya manajemen konflik yang tidak jauh berbeda dengan model yang dikemukakan oleh Thomas dan Kilmann (1974). Klasifikasi gaya manajemen konflik Rahim disusun berdasarkan dua dimensi : (1) memperhatikan orang lain (concern for other) pada sumbu horizontal dan (2) memperhatikan diri sendiri (concern for self).
Berdasarkan tinggi rendahnya kedua dimensi tersebut, Rahim mengelompokkan lima jenis gaya manajemen konflik. Berikut adalah kelima jenis gaya manajemen tersebut.
·         Dominasi (dominating)
Dalam gaya manajemen konflik ini, pihak yang terlibat konflik hanya berupaya memenuhi tujuannya sendiri dan tidak memperhatikan kebutuhan lawan konfliknya.
·         Integrasi (integrating)
Dalam gaya manajemen konflik ini, pihak yang terlibat konflik berusaha menciptakan resolusi konflik yang secara maksimal memenuhi tujuan dirinya sendiri dan tujuan lawan konfliknya.
·         Kompromi (compromising)
Gaya manajemen konflik ini berada di persimpangan dari kedua dimensi, dimana pengguna gaya ini berusaha memenuhi sebagian tujuannya dan tujuan lawan konfliknya tanpa berupaya memaksimalkannya.
·         Menghindar (avoiding)
Dalam gaya manajemen konflik ini, pihak yang terlibat konflik menolak untuk berdiskusi mengenai konflik yang terjadi. Ia menolak untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan kebutuhan lawan konfliknya.
·         Menurut  (obliging)
Pihak yang terlibat konflik mengombinasikan perhatiannya yang tinggi terhadap lawan konfliknya dengan perhatiannya yang rendah terhadap dirinya sendiri.

2.5.      STRATEGI KONFLIK
Strategi konflik adalah suatu proses yang dapat menentukan tujuan seseorang terlibat suatu konflik dan pola interaksi konflik yang digunakan untuk mencapai keluaran konflik yang diharapkan. Adapun langkah-langkah penyusunan manajemen konflik adalah sbb:
  1. Analisis SWOT mengenai diri sendiri dan lawan konflik
Dengan menganalisis SWOT diri sendiri akan mencerminkan kekuatan (Strength) dan kelemahan (weakness) diri sendiri dalam menghadapi lawan konflik. Analisis SWOT mengenai lawan konflik akan mencerminkan peluang (opportunity) dan ancaman (threat) dari lawan konflik.
  1. Menentukan tujuan konflik
Tujuan konflik merupakan hal yang ingin dicapai saat menghadapi dan menyelesaikan konflik. Secara spesifik tujuan konflik adalah target keluaran konflik yang diharapkan.
  1. Pola interaksi konflik
Pola interaksi konflik merupakan suatu interaksi dengan pihak lawan konflik dalam usaha menuju keluaran konflik yang diinginkan. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pola interaksi konflik.
a.      Metode resolusi konflik yang digunakan dalam interaksi konflik.
b.     Gaya menajemen konflik yang digunakan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik.
c.      Perkembangan situasi konflik. Konflik bisa berkembang dari konflik konstruktif menjadi konflik destruktif ataupun sebaliknya. Situasi konflik tersebut sangat memengaruhi pola interaksi konflik.

2.6.      TAKTIK KONFLIK
Pihak yang terlibat konflik menggunakan taktik konflik untuk merealisasikan strategi konfliknya. Taktik konflik merupakan teknik yang mempengaruhi lawan konflik untuk menghasilkan keluaran konflik yang diharapkan. Pihak yang terlibat konflik dapat menggunakan berbagai taktik konflik secara berurutan  atau secara bersama-sama. Disamping itu, taktik konflik dapat berubah setiap waktu tergantung situasi interaksi konflik. Sebagi contoh, jika pihak yang terlibat konflik menggunakan taktik persuasive rasional tidak berhasil, mka ia akan menggunakan taktik mengancam dan menekan. Berikut adalah gambaran mengenai taktik-taktik konflik.
  1. Taktik persuasif rasional
Taktik ini digunakan untuk mempengaruhi lawan konflik dengan mengemukakan data, fakta, informasi, hokum, teori ilmu pengetahuan, etika, moral, ataupun pengalaman masalalu baik itu yang baik maupun yang buruk.
  1. Taktik legitimasi
Merupakan taktik yang digunakan oleh pejabat yang menduduki posisi tertentu secara sah. Jika menghadapi situasi konflik, pejabat tersebut akan menunjukkan bahwa apa yang dilakukannya tidak bertentangan dengan jabatan, posisi, atau perannya.
  1. Taktik permintaan inspirasional
Mengemukakan nilai-nilai, norma, harga diri, dan kesatuan organisasi untuk membangkitkan emosi, motivasi, dan cita-cita bersama. Misalnya seorang pemimpin yang mengingatkan pentingnya persatuan dalam mencapai tujuan organisasi.
  1. Taktik mengooptasi
Mengikutsertakan, memberikan jabatan, posisi, atau peran tertentu kepada lawan konflik untuk berperan serta dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh organisasi.dengan mengooptasi lawan konflik, ia merasa diikut sertakan dalam merencanakan dan melaksanakan keputusan sehingga akan menghentikan tentangan atau sikap negatifnya.
  1. Taktik pertukaran
Memberi janji untuk memberikan sesuatu atau tidak memberikan sesuatu sebagai imbalan jika lawan konflik berperilaku tertentu atau lawan konflik memberikan sesuatu. Taktik ini menciptakan solusi kompromi atau kolaborasi.
  1. Taktik mencari teman atau koalisi
Umumnya taktik ini dilakukan oleh pihakyang terlibat konflik dengan kekuasaan atau posisi lebih lemah dari pada lawan konfliknya. Tujuan taktik ini adalah untuk memperbesar kekuasaan atau memperkuat dalam menghadapi lawan konfliknya.
  1. Taktik menahan diri atau diam
Taktik ini berupa tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan-tidak bereaksi atas apa yang dilakukan lawan konfliknya.
  1. Taktik menangis dan menghimbau
Taktik ini menunjukkan ketidakberdayaan pihak yang terlibat dalam konflik menghadapi tindakan lawan konfliknya. Misalnya menangis, yang banyak dilakukan oleh anak-anak, wanita, dan laki-laki yang lemah dan tidak berdaya dalam menghadapi konflik. Tujuan taktik ini adalah meminta belas kasihan kepada lawan konfliknya maupun menarik simpati pihak ketiga.
  1. Taktik mengancam
Seorang manajer atau pemilik perusahaan yang terlibat konflik dengan karyawannya bisa menggunakan taktik ini untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan karyawan tersebut.
  1. Taktik berbohong
Jika menghadapi konflik, sesorang yang jujur terkadang bisa berubah menjadi pembohong, terutama jika posisinya terdesak dan objek konflik menentukan hidup dan harga dirinya. Berbohong bisa berupa memberikan informasi yang tidak benar, mengelak/menolak untuk memberikan informasi atau diam ketika ditanya mengenai sesuatu.
  1. Taktik mengulur waktu
Mengulur waktu adalah menunda untuk melakukan sesuatu atau menolak untuk merespon lawan konflik dalam interaksi konflik. Tujuan dari takti ini adalah untuk menenangkan diri, membuat lawan bosan,

2.7.      FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONFLIK
  1. Emosi
Emosi merupakan suatu perasaan yang bersifat kompleks sebagai reaksi atas suatu hal yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Emosi memiliki bebrapa fungsi  penting bagi manusia, contohnya seperti ; menyiapkan orang untuk bertindak atau dapat dikatakan emosi sebagai stimulus yang dapat mengembangkan respon tehadap berbagai situasi yang dihadapi; membentuk prilaku orang dikemudian hari; membantu mengatur interaksi sosial.
Emosi sangat erat dengan konflik, seseorang yang emosional sering sekali dalam berfikir dan bertindak dipengaruhi oleh emosinya. Sering kali emosinya negatif, marah, tidak percaya, kecewa, bingung, dan takut. Jika lawan konfliknya merupakan orang yang jeli, ia bisa memanfaatkan hal tersebut. Sehingga penting sekali untuk bisa memanajemen emosi agar dapat menciptakan solusi konflik. Ada beberapa langkah dalam memanajemen konflik, yang pertama mengontrol emosi, untuk dapat mengontrol emosi seseorang memerlukan suatu kecerdasan emosional. Yang kedua, mengakui konflik dan memahami emosi diri pihak yang terlibat konflik dan emosi lawan konflik.
  1. Marah
Marah merupakan suatu keadaan jiwa seseorang dengan emosi yang tinggi sehingga mempengaruhi pola pikir, sikap, serta prilakunya. Marah dapat dibedakan menjadi 2, yakni marah pasif dan marah agresif. Marah pasif adalah suatu kemarahan yang dilakukan dengan menahan diri, mengelak atau menarik diri dari objek konflik. Diantaranya perilaku-perilaku marah pasif seperti perilaku rahasia, manipulasi, menyalahkan diri sendiri, tenang, dan mengelak. Sedangkan marah agresif adalah suatu kemarahan yang megarahkan kemarahannya dalam bentuk agresi fisik dan verbal, seperti: mengancam, menyakiti, merusak, menggertak, menyalahkan, sombong, dan balas dendam.
Dalam menghadapi konflik, seseorang harus bisa menguasai situasi konflik dengan memanajemen kemarahannya. Dalam memenajemen kemarahan dapat dilakukan sikap-sikap yang rileks, mendengarkan dengan baik, memahami terjadinya kemarahan, dan humor.
  1. Stres
Stress merupakan suatu gangguan mental pada seseorang yang merupakan reaksi  akibat situasi yang tidak menyenangkan. Seseorang yang belum memiliki pengalaman dalam mengalami konflik bisa mengalami stress yang buruk. Untuk memanajemen stress seseorang harus bisa mengenali dirinya, menyadari kalau dirinya sedang menderita stress, rekreasi dan rileks.
  1. Agresi
Agresi merupakan  perilaku kekerasan yang dilakukan sengaja dengan tujuan untuk melukai, menimbulkan rasa kesakitan, kematian, atau kerugian orang lain. Agresi juga merupakan perilaku kekerasan yang bisa menimbulkan kerugian fisik seperti kerugian harta benda sedangkan kerugian nonfisik berupa rusaknya reputasi diri serta rusaknya citra dan nama baik.
Perilaku agresi bisa berbentuk perilaku langsung maupun perilaku tidak langsung, perilaku pasif maupun aktif. Contoh dari perilaku agresi antara lain seperti memukul, menendang, menampar, mendiamkan, menolak, mempermalukan, sabotase, mengedarkan gosip, dan menolak untuk melakukan sesuatu.
  1. Menyelamatkan muka
Menyelamatkan muka adalah suatu hal yang sering muncul dalam situasi konflik. Menyelamatkan muka merupakan sutua upaya untuk menyelamatkan dan mempertahankan citra diri. Menyelamatkan muka dapat berupa tindakan melawan intimidasi yang diberikan oleh lawan konflik untuk berupaya merusak citra diri, menolak tuduhan, terus melawan, mundur dari posisi, dan mengakui kesalahan serta meminta maaf. Dalam upaya penyelesaian negosiasi konflik, diperlukan halp-hal yang berkaitan dengan muka. Tanpa adanya tindakan saling menghargai muka, maka negosiasi akan mengalami kebuntuan dan solusi konflik tidak akan tercapai.

2.8.      KEBIJAKAN ORGANISASI MENGENAI KONFLIK
Kebijakan organisasi mengenai konflik antara lain adalah asumsi mengenai konflik, definisi mengenai konflik, dan pedoman manajemen konflik.
  1. Asumsi mengenai konflik
Suatu organisasi mempunyai asumsi yang jelas mengenai konflik. Apakah perbedaan pendapat dan konflik diperbolehkan atau dilarang. Pada perusahaan tertentu, perbedaan pendapat diperbolehkan dan dianggap sebagai cara untuk meningkatkan kreatifitas dan inovasi dari para pegawainya. Seperti contoh, Toyota Motor Company yang menyatakan bahwa konflik tidak dapat dihindari jika para pegawai harus bekerja bersama-sama. Sehingga perusahaan ini toleran terhadap perbedaan pendapat. Adapun pada organiasi TNI dan POLRI yang merupakan organiasi yang memiliki birokrasi yang tinggi dan ketat. Contoh lain dalam DPR, pendapat diantra fraksi-fraksi DPR merupakan suatu hal yang harus dilakukan dalam mengambil suatu keputusan. Oleh karena itunada asumsi di DPR bahwa konflik itu baik dan akan menciptakan suatu yang bijak.
  1. Definisi Mengenai Konflik
Suatu organiasi perlu membuat definisi mengenai konflik yang bisa diterima oleh organisasi. Seperti apa yang termasuk konflik dalam organiasi,  indikator konflik terjadi, apakah konflik merupakan konflik yang konstruktif atau negatif, dsb.
  1. Pedoman manajemen konflik
Suatu organisasi atau perusahaan perlu sekali untuk memiliki  pedoman memanajemeni konflik yang terjadi. Pedoman-pedoman tersebut dapat berisi:
·     Prosedur untuk menyelesaikan konflik
·     Siapa yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik dan siapa yang bertanggung jawab untuk mengambil keputusan jika terjadi konflik.
·     Apakah kewajiban dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat konflik
Ada sejumlah langkah-langkah yang daoat dilakukan organisasi untuk mengurangi konflik. Antara lain sebagai berikut :
·       Melaksanakan prinsip-prinsip birokrasi organisasi. Jika terjadi sebuah konflik harus dilaksanakan prinsip hierarki yaitu atasan mengambil keputusan serta pelaksanaan peraturan dan prosedur kerja.
·       Pemisahan fisik. Yaitu memisahkan pihak-pihak yang terlibat konflik, misaknya dengan rotasi tugas.
·       Mengintegrasikan. Menyatukan kembali pihak-pihak yang terlibat konflik melalui intervensi pihak ketiga, atasan, penasihat, dan mediator professioanal.
·       Pelatihan. Melaksanakan pelatihan mengenai konflik dan manajemen konflik.


DAFTAR PUSTAKA

Wirawan. 2010. Konflik dan manajemen konflik (Teori, Aplikasi, dan Penelitian). Jakarta: Salemba Hu