Pages

Sunday, 9 February 2020

PENGERTIAN TEORI NILAI, SURPLUS KONSUMEN, DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RTK

PENGERTIAN TEORI NILAI
Teori nilai memberikan pengertian bahwa setiap barang  mempunyai nilai. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya nilai suatu barang. Beberapa ahli ekonomi membahas teori nilai menurut pandangannya masing-masing. Dalam garis besarnya, teori nilai dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu teori nilai objektif dan teori nilai subjektif.
1.     Teori Nilai Objektif
Mazhab Klasiklah yang pertama kali mempelajari soal nilai, terutama nilai tukar. Teori nilai objektif menyelidiki nilai suatu barang dengan barang itu sendiri sebagai objek penelitian. Bagaimana terjadinya barang itu? apakah barang itu mempunyai guna pakai dan guna tukar?

Dalam hal menilai, produsen mempunyai peranan penting, karena produsenlah yang menghasilkan barang serta mengetahui seluk-beluk proses produksi barang itu sampai dapat dijual di pasar. Sebagai dasar dalam penyelidikan teori nilai objektif ialah:
1) barang yang akan diselidiki.
2) penilaian dari pihak produsen.
3) apakah barang itu memiliki guna pakai dan guna tukar.
            Beberapa pelopor teori nilai objektif yaitu: Adam Smith dengan teori nilai biaya produksi, David Ricardo dengan teori nilai biaya produksi tenaga kerja, Karl Marx dengan teori nilai tenaga rata-rata masyarakat atau teori nilai lebih, Carey dengan teori nilai biaya reproduksi, serta David Humme dan John Locke dengan teori nilai pasar. Berikut adalah penjelasannya.
a)     Teori Nilai Biaya Produksi dari Adam Smith
Untuk membuat suatu benda telah dipergunakan modal dan tenaga. Orang harus memberikan pengorbanan berupa modal dan tenaga. Pengorbanan berupa modal dan tenaga inilah yang menjadi nilai dari benda tersebut. Nilai suatu benda menurut teori ini adalah sama dengan nilai yang dipergunakan berupa modal dan tenaga (biaya produksi).
   Teori Adam Smith dikenal dengan nama Teori Nilai Biaya produksi (CostValueTheory). Sering pula terjadi bahwa perbaikan dalam cara produksi menyebabkan biaya produksi sangat berkurang. Hal ini dapat diperhatikan dalam ajaran nilai biaya reproduksi dari Carey.
   Teori nilai biaya produksi menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen untuk membuat barang tersebut.  Menurutnya, semakin tinggi nilai pakai suatu barang, nilai tukarnya pun juga akan semakin tinggi.
b)     Teori Nilai Tenaga Kerja dari David Ricardo
   Nilai barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang itu. Tenaga kerja yang dimaksud oleh Ricardo adalah meliputi tenaga kerja manusia dan perkakas mesin-mesin, karena perkakas dan mesin-mesin kalau dianalisis ternyata tidak lain adalah hasil dari tenaga kerja.
Ricardo membedakan barang menjadi dua golongan
·       barang yang tidak mungkin diganti atau diperbanyak, seperti : lukisan. Nilai barang ini ditentukan oleh penggemar.
·       Barang yang mudah diperbanyak, nilainya ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang tersebut.
·       Berkaitan dengan itu, tenaga kerja merupakan alat penunjuk nilai dalam tukar-menukar.
Teori nilai tenaga kerja menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah biaya tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan barang tersebut.
c)     Teori Nilai Tenaga Kerja Rata-Rata Masyarakat/Teori Nilai Lebih dari Karl Marx
   Pendapat Karl Marx ini merupakan kelanjutan hasil pemikiran Ricardo. Tenaga kerja adalah sumber nilai, dan nilai tukar suatu benda ditentukan oleh jumlah tenaga kerja rerata masyarakat. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah tenaga manusia termasuk perkakas dan mesin yang dipakai dalam produksi sebenarnya juga tenaga kerja yang sudah mengkristal.
   Teori tenaga kerja Karl Marx dipakai sebagai dasar untuk menyusun “teori pemerasan”, yang mengkritik terjadinya kepincangan-kepincangan sosial ekonomi dalam masyarakat. Teori pemerasan ini sangat membantu dalam menguraikan teori nilai lebih (valueadded).
   Dalam teori nilai lebih, Karl Marx berpendapat bahwa upah yang diberikan kepada buruh tidak sesuai dengan harga barang yang dijual sehingga terjadi pemerasan terhadap buruh. Laba yang diterima pengusaha didapat dari selisih nilai jual dengan biaya produksi yang rendah karena pemerasan terhadap buruh disebut nilai lebih. Oleh karena itu, teori ini disebut teori nilai lebih.
   Menurut Karl Marx, tenaga kerja mempunyai nilai tukar dan nilai pakai bagi pengusaha. Dalam hal ini pengusaha harus membayar nilai tukarnya untuk mendapatkan nilai pakainya. Kelebihan nilai pakai atas nilai tukar inilah yang disebut nilai lebih.
d)     Teori Nilai Biaya Produksi dari Carey
   Menurut Carey, nilai barang harus didasarkan atas biaya reproduksi, yaitu biaya untuk memproduksi kembali suatu barang. Contohnya: untuk membuat meja belajar diperlukan biaya Rp 150.000,00. Setelah satu bulan kemudian karena harga kayu naik, maka diperlukan biaya Rp 200.000,00. Sehingga jumlah uang Rp 200.000,00 merupakan biaya reproduksi.
   Menurut Carey, nilai suatu barang ditentukan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan barang itu kembali (biaya reproduksi). Oleh karena untuk menentukan nilai suatu barang tidak berpangkal pada biaya produksi yang pertama kali, tetapi pada biaya produksi yang dikeluarkan sekarang.
e)     Teori Nilai Pasar dari Hummed dan John Locke
   Ajaran nilai David Humme dan John Locke ini juga disebut marketvaluetheory. Menurut teori ini, nilai suatu barang bergantung pada permintaan dan penawaran barang di pasar. Jika penawaran lebih besar daripada permintaan maka nilai barang akan turun. Sebaliknya jika permintaan lebih besar daripada penawaran, maka nilai barang akan naik.
Menurut Humme dan Locke, nilai suatu barang sangat tergantung pada permintaan dan penawaran barang di pasar.
2.     Teori Nilai Subjektif
            Teori ini mengemukakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh kemampuan barang atau jasa tersebut dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Nilai pakai barang atau jasa bagi seseorang belum tentu sama nilainya bagi orang lain.
            Para pelopor teori nilai subjektif adalah Herman Heinrich Gossen, Karl Menger, dan Von Bohm Bawerk. Dalam teori nilai objektif dikemukakan bahwa suatu barang yang memiliki guna pakai umum akan bernilai tinggi. Akan tetapi teori ini terbentur pada suatu paradoks bahwa air yang mempunyai guna pakai tinggi, tetapi bernilai rendah, sedangkan berlian/intan yang mempunyai guna pakai umum kecil, tetapi justru bernilai tinggi. Paradox antinomi nilai ini tidak dianalisis lebih lanjut oleh ajaran klasik.
a)     Hukum Gossen I
   Hukum Gossen I ini mengemukakan tentang gejala tambahan kepuasan yang tidak proporsional yang dikenal dengan The Law of Diminishing Marginal Utility (Hukum Tambahan Kepuasan yang Semakin Menurun). Hukum Gossen I berbunyi sebagai berikut.
   ”Jika jumlah suatu barang yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu terus ditambah maka kepuasan total yang diperolah juga bertambah, akan tetapi kepuasan marjinal (tambahan kepuasan yang diperoleh jika dikonsumi ditambah dengan satu unit) pada titik tertentu akan semakin berkurang. Bahkan jika konsumsi terus dilakukan, pada akhirnya tambahan kepuasan yang diperoleh akan menjadi negatif dan kepuasan total menjadi berkurang.”
   Hokum Gossen I ini dipergunakan untuk kebutuhan yang bersifat vertikal, yaitu kebutuhan yang hanya satu macam barang atau jasa saja. Inti dari hokum Gossen I adalah bila satu macam kebutuhan dipenuhi terus-menerus akhirnya akan tercapai tingkat kepuasaan yang optimal.
   Dalam pembahasan hokum Gossen I. para ahli sering mengaitkannya dengan pembahasan nilai guna total dan nilai guna marginal, yaitu sebagai berikut :
·       Nilai guna total adalah kepusan konsumen secara keseluruhan dalam mengkonsumsi barang atau jasa. Tingkat kepuasan ini akan semakin meningkat sampai dengan tingkat kepuasan optimal.
·       Nilai guna marginal adalah tingkat pertambahan kepuasan konsumen pada pemenuhan kebutuhan yang semakin meningkat.
   Nilai guna total dan nilai guna marginal yang semakin menurun menunjukkan bahwa tingkat kepuasaan yang terus menerus dipenuhi akhirnya akan mencapai tingkat kejenuhan terhadap barang atau jasa yang sama. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :

b)     Hukum Gossen II
   Uraian di atas mengemukakan perilaku konsumen terhadap satu macam barang saja. Pada kenyataannya, konsumen membutuhkan beraneka macam barang. Masalahnya adalah berapa pengorbanan yang harus dilakukan agar bermacam-macam kebutuhannya dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya dan tercapai kepuasan maksimal. Untuk mengantisipasi kelemahan hokum Gossen I, maka Gossen mengemukakan hokum Gossen II digunakan untuk kebutuhan yang bersifat horizontal.
   Hal ini dikemukakan dalam Hukum Gossen II, yaitu sebagai berikut: ”Manusia akan berusaha memuaskan yang beraneka ragam sampai mencapai tingkat intensitas yang sama.”Artinya manusia akan membagi-bagi pengeluaran uangnya sedemikian rupa sehingga kebutuhannya terpenuhi secara seimbang.
   Inti dari hokum Gossen II adalah jika berbagai macam kebutuhan dipenuhi, maka pemenuhannya akan sampai pada tingkat intensitas tertentu. Oleh karena itu, hokum Gossen II ini akan disebut juga hokum kepuasan harmonis atau hokum perata nilai batas. Untuk menjelaskan keberadaan hokum Gossen II diberikan data tentang nilai guna yang sama. Jadi nilai guna yang sama ini, diperuntukkan bagi pemenuhan beberapa macam kebutuhan. Agar lebih jelasnya perhatikan tabel berikut :
c)     Teori Nilai Subjektif Carl Menger
   Teori ini mengemukakan bahwa nilai suatu barang tergantung dari siapa pemakai barang tersebut dan sejauh mana barang tersebut dapat memuaskan kebutuhan. Teori ini sebenarnya masih sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Gossen.
   Menurut Menger, nilai ditentukan oleh faktor subjektif dibandingkan faktor objektif. Nilai berasal dari kepuasan manusia. Karena kebutuhan manusia lebih banyak daripada barang/jasa yang tersedia maka untuk memuaskan kebutuhannya, manusia akan memilih secara rasional di antara barang/jasa alternatif yang tersedia.
Dalam teori ini dikemukakan tentang prinsip-prinsip pengkatagorian barang/jasa menurut tingkat intensitasnya.
·       Katagori I adalah barang-barang untuk mempertahankan hidup,
Katagori II barang/jasa untuk kesehatan, dan
·       Katagori III adalah barang/jasa untuk memberikan kesejahteraan individu. Semakin penting barang/jasa tersebut bagi seorang individu maka nilai barang/jasa tersebut semakin tinggi.
d)     Teori Nilai Subjektif Bohm Bawerk
   Teori ini pada dasarnya menjelaskan bahwa nilai suatu barang dilihat dari pemakaian komponen-komponen faktor produksi yang mendukung untuk memproduksi barang tersebut. Dalam teori ini akan tampak besarnya biaya dari masing-masing faktor produksi yang dipergunakan.
Teori Von Bohm Bawerk disebut Teori Nilai Batas. Nilai batas adalah nilai yang diberikan kepada barang yang dimilikinya paling akhir atau nilai pemuasan yang paling akhir.

      SURPLUS KONSUMEN

            Surplus konsumen adalah kepuasan atau kegunaan tambahan yang diperoleh oleh konsumen dari pembayaran harga suatu barang atau jasa yang lebih rendah dari harga yang konsumen bersedia membayarnya. Bagi konsumen yang memiliki daya beli di atas harga pasar, konsumen tersebut mempunyai surplus. Surplus inilah yang dinamakan surplus konsumen.
            Berdasarkan perbandingan antara daya beli konsumen dengan harga pasar, maka konsumen dapat dibedakan menjadi 3 macam :
a.      Konsumen Submarginal. Konsumen submarginal adalah konsumen yang mempunyai daya beli di bawah harga pasar.
b.     Konsumen Marginal. Konsumen marginal adalah konsumen yang mempunyai daya beli sama dengan harga pasar.
c.      Konsumen Supermarginal. Konsumen supermarginal adalah konsumen yang mempunyai daya beli di atas harga pasar. Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel dan grafik berikut ini :
            Selain memperoleh surplus konsumen, hal yang lebih penting bagi seorang konsumen (rumah tangga) adalah dapat menyusun atau menetapkan skala prioritas dalam memenuhi kebutuhannya, yaitu sesuai dengan alternatif pilihan yang ada. Tujuan utama dari pemilihan alternatif ini adalah agar diperoleh kepuasan maksimum. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Rumah Tangga (RAPBRT).


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI RUMAH TANGGA KONSUMSI

            Dalam melaksanakan konsumsinya, rumah tangga konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar rumah tangga konsumsi.
  • Faktor Intern
    Faktor intern merupakan faktor faktor yang mempengaruhi kegiatan rumah tangga konsumsi yang berasal dari dalam individu yang bersangkutan. Faktor faktor tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Motivasi. Motivasi adalah dorongan untuk mengatur pembelanjaan rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Motivasi tersebut ada yang bersifat alamiah, ada yang terencana dan ada yang kebetulan.
  1. Kepribadian. Kepribadian adalah sifat dasar manusia yang langsung atau tidak langsung ikut mempengaruhi pola konsumsi masyarakat, seperti sikap hemat atau boros.
  1. Sikap Hidup. Sikap hidup adalah kebiasaan yang berkembang di lingkungan keluarga yang merupakan hasil didikan sejak dini, seperti kebiasaan memasak atau membeli makanan siap saji (fastfood).
  • Faktor Ekstern
    Faktor ekstern adalah faktor faktor yang mempengaruhi kegiatan konsumsi rumah tangga yang berasal dari luar rumah tangga (lingkungan) itu sendiri.
a.      Kebudayaan
Kebudayaan adalah adat dan kebiasaan yang berlaku di lingkungan masyarakat tertentu seperti upacara Ngaben di Bali.
b.     Kondisi Sosial Masyarakat
Kondisi sosial masyarakat adalah sikap dan perilaku konsumsi masyarakat yang berada di sekitar lingkungan rumah tangga konsumsi.

1 comment:

  1. As reported by Stanford Medical, It is in fact the one and ONLY reason this country's women get to live 10 years more and weigh 19 KG lighter than us.

    (And actually, it is not related to genetics or some secret diet and EVERYTHING related to "HOW" they eat.)

    BTW, I said "HOW", not "WHAT"...

    CLICK this link to find out if this brief test can help you decipher your true weight loss possibility

    ReplyDelete